TEMPO.CO, Jakarta – Kepala Badan Pusat Statistik atau BPS Suhariyanto mengatakan untuk pertama kalinya Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi setelah krisis moneter 1998. Pada 2020, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi minus 2,07 persen.
“Untuk pertama kalinya Indonesia mengalami kontraksi sejak 1998. Pada 1998 karena krisis moneter dan 2020 mengalami pandemi,” ujar Suhariyanto dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Jumat, 5 Februari 2021.
Meski demikian, Suhariyanto menyebut Indonesia tak sendiri. Sejumlah negara juga mengalami kondisi serupa, bahkan kontraksinya lebih dalam. Amerika Serikat misalnya, mengalami kontraksi hingga -3,5 persen. Tak beda dengan Uni Eropa. Lembaga resmi negara setempat mengumumkan Uni Eropa mengalami kontraksi -6,4 persen.
Sedangkan negara-negara di Asia seperti Hong Kong mengalami kontraksi dalam mencapai -6,1 persen; Singapura -5,8 persen; dan Korea Selatan -1,01 persen. Tercatat hanya dua negara yang saat ini mengumumkan pertumbuhan positif, yakni Cina dan Vietnam.
Berdasarkan struktur produk domestik brutonya atau PDB, selama 2020 hanya ada tujuh sektor di Indonesia yang mengalami pertumbuhan positif. Angka pertumbuhannya pun masih melambat ketimbang tahun sebelumnya, terkecuali sektor telekomunikasi, keuangan dan asuransi, serta kesehatan dan kegiatan sosial.
“Untuk jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh 11,6 persen lebih tinggi dibanding pertumbuhan di 2019. Ini karena ada kenaikan pendapatan rumah sakit dan laboratorium serta klinik yang berhubungan dengan Covid-19,” ujar Suhariyanto.